Mengapa Dispensasi Kawin di Kapuas Hulu Masih Tinggi?

Putussibau, 3 Desember 2024// Pembatasan usia minimal seorang perempuan boleh menikah telah dinaikkan dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menjadi dasar dari perubahan usia minimal kawin tersebut.

Meskipun dibatasi, namun regulasi tersebut juga mengatur mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh terkait pelanggaran terhadap batas minimal usia perkawinan. Upaya hukum itu adalah permohonan dispensasi perkawinan dari Pengadilan Agama bagi pasangan yang beragama Islam, dan Pengadilan Negeri bagi pasangan non muslim.

Angka Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Putussibau sendiri diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2024 ini. Karena jika dibandingkam dengan tahun 2023, Pengadilan Agama di bumi kratom ini menerima sebanyak perkara 47 perkara. Sementara hingga hari ini (3/12/2024) dispensasi kawin di PA Putussibau baru mencapai 34 perkara.

Penurunan ini disinyalir merupakan dampak dari langkah kebijakan pengendalian perkara dispensasi kawin yang dilakukan oleh PA Putussibau dengan Dinas Sosial Beberapa waktu lalu.

Meskipun mengalami penurunan, namun secara umum angka dispensasi kawin itu masih terbilang tinggi. Bahkan secara nasional, tahun 2023 lalu, perkara dispensasi kawin menempati posisi ke-dua perkara permohonan terbanyak di bawah isbat nikah, yang ditangani oleh pengadilan agama se-Indonesia. Isbat nikah tahun 2023 ada sebanyak 55.553 perkara, sementara dispensasi kawin mencapai 43.083 perkara.

Banyaknya jumlah perkara permohonan dispensasi kawin itu, berdasarkan studi empiris di lapangan, dilatarbelakangi antara lain oleh:
1) Pola pergaulan remaja yang cenderung bebas hingga terjebak dalam hubungan seks luar nikah, hingga terjadi kehamilan.
2) Pola sanksi adat yang diterapkan di tengah masyarakat yang menghukum harus dinikahkan terhadap pasangan remaja yang kedapatan bermesraan di tempat umum/tempat tersembunyi, atau berdua-duaan atau bahkan tertangkap basah melakukan hubungan seks luar nikah.
3) Pola pemahaman hukum agama (Islam) yang dianut masyarakat (orang tua) yang ‘menyelamatkan’ pergaulan sepasang remaja (anak) yang dipandang sudah terlalu dekat hubungannya, dengan cara menikahkannya.