Ketua PA Putussibau Luruskan Anggapan Masyarakat Mengenai Eksistensi Pengadilan Agama

Selasa, 13 November 2018, dalam acara pembukaan pelayanan isbat nikah terpadu yang dilaksanakan di MABM Kapuas Hulu, Ketua Pengadilan Agama Putussibau menyampaikan beberapa hal dalam sambutannya, diantaranya mengenai eksistensi Pengadilan Agama (PA).

Dalam kesempatan yang baik tersebut, dihadiri oleh FORKOPIMDA  Kab. Kapuas Hulu, serta beberapa undangan dan masyarakat sekitar, Ketua Pengadilan Agama Putussibau, H. Mursid, S.Ag., M.Ag,  memanfaatkan sesi sambutannya untuk meluruskan anggapan masyarakat mengenai keberadaan Pengadilan Agama. Hal ini penting karena sebagian besar masyarakat Kapuas Hulu baik dari kalangan masyarakat menengah ke bawah sampai dengan menengah ke atas masih ada yang beranggapan keliru mengenai eksistensi Pengadilan Agama sebagai lembaga negara. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwasannya Pengadilan Agama adalah bagian dari KEMENAG (Kementerian Agama) atau dahulu lebih dikenal dengan DEPAG (Departemen Agama).

Berawal dari Tap MPR No. X Tahun 1998 yang mengamanatkan bahwa Kekuasaan Kehakiman harus bebas dan terpisah dari kekuasaan eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Selanjutnya konsep satu atap dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Realisasi peralihan administrasi kekuasaan Kehakiman dari Pemerintah ke Mahkamah Agung tersebut kemudian melahirkan Keppres Nomor 21 tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, dan Peralihan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.

Dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga mengatur hal yang serupa yang berbunyi bahwa kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Berbagai regulasi tersebut dengan sendirinya memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian peradilan agama, dan memberikan status yang sama dengan peradilan-peradilan lainnya di Indonesia.

Adapun mengenai kewenangan PA tersebut yaitu memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan shadaqah, hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian mengalami perubahan dengan penambahan kewenangan terhadap perkara di bidang ekonomi syariah sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Dan penanganan perkara isbat nikah merupakan bagian dari jenis perkara dibidang perkawinan yang menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama, demikian tegasnya. (syfd)

 

Berita Terkait:

Perdana, Bersama Majelis Perempuan Melayu Kapuas Hulu Pengadilan Agama Putussibau Laksanakan Pelayanan Isbat Nikah Terpadu

Ketua PA Putussibau: Sidang Isbat Nikah Bukanlah Menikahkan Kembali Pasangan Suami Istri

7 (Tujuh) Permohonan Isbat Nikah Tidak Dikabulkan Dalam Pelayanan Terpadu